Thursday, November 10, 2011

Mengapa jadi gak ada ide ya?

Menulis adalah sebuah seni dari otak kita yang menggambarkan imajinasi
seseorang akan suatu kejadian atau peristiwa, baik yang berkesan atau tidak dalam hidupnya. Menulis juga dibutuhkan skil dan keahlian khusus, terutama menulis ilmiah. Tentulah menulis jenis ini sangat tergantung kepada teori dan metode tertentu, dan bukan merupakan menulis sastra.


Menulis sastra atau seni itulah inti dari tulisan ini. Dimana seni adalah menyangkut rasa seseorang. Rasa seseorang tergantung kepada mood atau konsentrasi dia saat itu. Bila mood itu ada, maka seseorang itu bisa menuliskan banyak sesuatu yang menghinggapi pikirannya. Bila tidak, maka walau dipaksa beribu kalipun, maka tulisan apa pun tidak akan
keluar dari otaknya.


Beginilah pola atau ritme seorang penulis yang terjadi pada penulis saat ini. Dianya tergantung moodnya. Mood bisa diperoleh dengan mengamati sesuatu, atau bisa jadi di saat tidak mood, itulah mood untuk menulis hal-hal negatif tentang dirinya, bahkan tentang orang lain. Bahkan
seorang penulis akan menuliskan kemarahan yang ada di dalam hatinya ke dalam bentuk tulisan. Emosi itu bisa menyentuh tetapi bisa juga membuat orang lain juga merasakan keamarahannya. 


Lihatlah seorang penyair, apa yang dituliskan adalah gambaran kegelisahan jiwanya dan apa yang dia ekspresikan adalah apa yang ada di alam fikiran dan hatinya saat itu.
Menulis sebuah cerpen nih sama juga menulis syair, lagu atau apa pun yang kaitannya dengan rasa.

Thursday, September 1, 2011

Diary Awal September 2011

Kira-kira jam dua belas tepat aku terbangun di sebelah istriku yang sedang sakit. Rupanya aku bermimpi. Dalam mimpiku yang cukup panjang itu aku bertemu dengan kekasihku dulu. Kami ngobrol berdua seperti orang yang lama tidak bertemu, saling menanyakan keadaan dan kabar kami berdua selama ini. Dia bercerita tentang saat-saat dimana dia melanjutkan kuliah sarjananya ketika sudah berkeluarga. Aku senang mendengarnya…

Kemudian aku pun menceritakan tentang hal yang sama, bagaimana kuliah pasca sarjana yang sedang kutempuh saat ini. Kami kelihatan sangat menikmati obrolan kami sehingga beberapa waktu kami saling memandang, dan seolah-olah saat ini seperti sembilan belas atau dua puluh tahun yang lalu.

Kemudian dia terdiam sejenak beberapa waktu sambil menghela nafas panjang. Lalu, kutanyakan kepadanya mengapa dahulu meninggalkanku…

Dia terdiam sesaat, kemudian menjawab,”Sebenarnya bukan aku yang meninggalkanku.Tetapi kamu yang membiarkanku pergi. Seandainya kamu katakan saat itu bahwa kamu sanggup berbuat sekuat tenagamu untuk membahagiakanku, tentulah aku tidak akan pergi meninggalkanmu.”

Aku terdiam sejenak dan mengingat-ingat saat kami bicara terakhir kali di telepon kos-kosan dia kala itu. Dalam hati kubenarkan kata-katanya, memang benar apa yang dia katakan saat itu, dan aku tidak bisa menjawab apa-apa hanya karena aku saat itu masih menuntut ilmu dan hanya mengandalkan kiriman orang tua. Ah, timbul sedikit sesal dihatiku, mengapa saat itu tidak kuiyakan pertanyaannya.

Ya Allah, itulah kesalahan pertamaku terhadap orang yang kucintai.

Tetapi sekarang, aku tidak mau mengulangi kesalahan itu untuk kedua kalinya. Aku tidak ingin kesempatan membahagiakan seseorang yang spesial dalam hidupku hilang begitu saja. Aku ingin membahagiakan istri yang telah memberiku tiga orang anak yang lucu-lucu dan cerdas. Dia yang telah menemaniku dalam suka dan duka selama dua belas tahun terakhir ini.

Maka, ketika kuterbangun dari mimpi, kemudian aku sholat sunnah beberapa rakaat yang aku bisa, lalu kudatangi istriku, kukecup keningnya di saat dia tertidur. Dia tidak tahu, sesaat tadi aku bermimpi tentang kekasihku yang dulu, yang kemudian menyadarkanku, betapa aku selama ini mungkin mengabaikan pengorbanan seorang istri yang begitu besar kepada suaminya.

Istriku…. Selamat … setelah sekian lama, aku menyadari betapa kamu begitu mencintaiku…

Diary Akhir Agustus 2011

31 Agustus 2011 pagi

Istriku …

Ketika kau tanyakan kepadaku, “Apakah kamu mencintaiku sungguh?”

Sebenarnya tiada kata-kata yang keluar dari bibirku, bukan karena aku tidak mencintaimu. Tetapi karena tidak ada kata-kata yang paling indah yang bisa ku katakan untuk menggambarkannya.

Karena pengorbanan yang begitu besar yang telah kamu lakukan selama ini kepadaku. Bukan hanya karena kamu telah menemaniku selama dua belas tahun terakhir ini, mengarungi suka dan duka bersama, sedih dan susah bersama, tetapi kamu tetap bersamaku, walaupun kadang aku ini menjadi orang yang sangat menjengkelkan bagimu. Walaupun terkadang mulut ini berkata kasar kepadamu, tetapi itu bukanlah suatu kesengajaan, karena sesungguhnya aku ingin yang terbaik bagimu.

Walaupun kamu bukan makhluk sempurna, tetapi kamu makhluk yang luarbiasa. Kamu sanggup melayaniku ketika dalam keadaan letih dan lelah menderamu setelah seharian berkhidmat untuk rumah dan anak-anakmu.

Sayangku, mungkin bukan hanya cintaku yang kuberikan kepadamu, tetapi mungkin kecintaan Allah atas apa yang kamu perbuat dan lakukan untukku.

Sayangku, semoga cepat sembuh…. Aku selalu mencintaimu.